Salah satu resolusi saya tahun 2015 ini sih adalah
mendengarkan setidaknya 1 album tiap bulannya. Lalu ketika dijalani, dipertemukanlah
saya dengan berbagai referensi baru yang mantap. Dominan sih masih mendengarkan
folk dan indie-pop but that’s all worth
to listen. Here’s the list:
1.
In a Million Years by Last Dinosaur
Album yang
mendapatkan predikat khusus dari review kanal The Guardian ini membuat saya jatuh
cinta dengan cara perlahan. Seperti engga cukup mendengarkan sekali saat awal
tahun. Selang beberapa bulan kemudian saya mulai mendengarkan lagi untuk
mencari esensi album ini. And I found it!
Lagu-lagunya berusia young-adult, rasa
jatuh cinta yang digambarkan melalui lagu-lagu di album ini seputar
mengumbarkan janji setia dan rasa berbunga yang smooth dan manis tetapi sederhana. Terasa sekali di lagu Weekend dan Honolulu. Perjuangan pembuktian diri ingin mendapatkan kekasih
terlihat di track pertama album ini,
mendengar Zoom membuat kita ingin
membuktikan janji setia itu.
2. Constellation
by Stars and Rabbit
Setelah jatuh
cinta, Stars and Rabbit mengumpulkan elegi-nya dengan apik di album pertama
mereka. Vokal Elda seakan dengan mudah merasuk ke lagu-lagunya yang memunculkan
kesan meratap. Tidak berlebihan seperti yang Bruno Mars lakukan di pasarnya.
Begitu juga dengan pembawaan Elda di beberapa lagu folk di dalamnya yang
sedikit ceria, menggemaskan.
Like It Here menjadi pilihan lagu pembuka
yang tepat. Mencitrakan keseluruhan album. Rabbits
Run menjadi selingan gembira di tengah-tengah urutan kesedihannya. You Were Universe tidak kalah
menyedihkan sekaligus menenangkan.
3. Alam
Raya dalam Harmoni by Maladialum
Band ini secara
tidak sengaja saya tau dari seorang teman yang menge-share foto albumnya di
Facebook. By judge a book by its cover, saya
tertarik sekali dengan nama band ini: Maladialum. Pencarian album fisiknya pun
cukup perjuangan, selain tidak dijual di toko CD major dan social media reseller,
Maladialum tidak besar terdengar di media. Alhasil? Saya kepo sana-sini dan
berhasil dapat kontak Keyboardist-nya!
Ya saya seniat itu :) lalu pesan, dan berhasil sedikit SKSD dengan dia :))))) Mottonya
sangat menarik: Apa yang diambil dari
alam, harus kembali ke alam. Kira-kira begitu, maaf saya lupa sedikit
detailnya. Alhasil, bonus albumnya adalah benih sayuran bayam. Unik!
Oke, cukup
dengan cerita perjuangan saya. Mari fokus ke kualitas albumnya. Untuk
lagu-lagunya sendiri, Maladialum saya lihat mengambil dua tema. Yaitu
penggambaran cinta pada manusia dan pada alam. Warna musiknya akustik tetapi
kaya, unsur-unsur sentuhan musik pulau Bali melebur di lagu-lagu album ini. Tracklist urutan genap (track 2,4, dan 6) menjadi favorit saya,
bukan berarti yang urutan ganjil tidak menarik perhatian. Matahari sebagai lagu pembuka
yang membahagiakan, Sukma yang
mengisahkan sebuah komitmen, serta Anomali
adalah melepaskan dengan ikhlas. Racikan lagu-lagu ini pas dinikmati saat Minggu
pagi.
4. Anak
Sungai by Deugalih & Folks
Lagi-lagi tertarik
karena melihat namanya yang unik. Deugalih. Dan ternyata memang nama aslinya. Album
Anak Sungai menarik di segi visual, pun packaging.
Bikin saya engga sabar lihat kualitas tracklist-nya.
Ternyata musik folk yang diramu oleh Deugalih mengisi ekspektasi saya, terlihat
disini minat Deugalih untuk menggeluti genre
ini. Saya cukup dibuat tercengang oleh cenkok Deugalih yang khas ketika
bernyanyi, membuat jatuh hati. Banjo dan ukulele dominan di lagu-lagunya.
Musikalisasi puisi Buat Gadis Rasid cukup
mencengangkan, energi yang kuat terasa di lagu ini. Ilalang dan Minggu Pagi menjadi
andalan saya dalam hal pilihan diksi untuk lirik, hanya saja sedikit kurang
kuat. Untuk selera, saya lebih menyukai Deugalih bernyanyi menggunakan bahasa
ibu, Earth dan Heyya Kid membuat saya merasa kehilangan pribadi Deugalih sesaat.
Selain album, membaca 1 buku dan menonton 1 film tiap bulan adalah resolusi lainnya. Mungkin post selanjutnya saya akan review salah satu topik itu. Ciao!
No comments:
Post a Comment